Senin, 13 Mei 2013

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KASUS 1 :

Perang Iklan antar Operator Seluler

Jumlah pengguna seluler meningkat pesat. Operator seluler juga makin beragam. Kondisi persaingan pun semakin ketat. Tidak heran, para operator seluler sejak lama telah menabuh genderang perang. Apalagi kalau bukan perang tarif. Segala saluran komunikasi merek digunakan untuk merebut konsumen. Di antaranya, melalui iklan. Yang diharapkan adalah reaksi seketika konsumen, yaitu: pembelian.

Tarif termurah dengan fasilitas terlengkap. Itulah yang digembar gemborkan para operator seluler melalui iklan-iklannya. Tawaran-tawaran dari operator seluler cenderung bombastis dan seringkali berlebihan. Siapa yang tidak tergoda? Bagi konsumen yang sangat peduli pada harga, tawaran ini tentu sangat menggiurkan.

Tapi apakah harga miring menjadi satu-satunya faktor penentu keputusan pembelian? Dalam bauran pemasaran, harga merupakan satu-satunya faktor yang dapat dirubah dan dilihat hasilnya segera. Sementara, faktor-faktor penentu dalam keputusan pembelian yaitu: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi berbagai alternatif, pembelian, perilaku pasca pembelian.

Bagi operator seluler, di satu sisi, perang tarif menjanjikan keuntungan sesaat. Keuntungan yang dinikmati operator seluler itupun sebenarnya hanya bersifat jangka pendek. Di sisi lain, perang tarif dapat menjadi bumerang. Bagaimana tidak? Konsumen akan terbiasa dengan tawaran harga murah. Loyalitas konsumen terhadap merek makin berkurang. Konsumen akan dengan mudah berpindah ke merek lain. Akibatnya, operator seluler hanya dianggap sebagai komoditas semata. Padahal, selayaknya operator seluler sebagai merek (brand) harus lebih memperhatikan pembangunan ekuitas merek yang bersifat jangka panjang.

Bagaimana perang tarif berlangsung berlarut-larut? Tampaknya, penegakan hukum pemerintah terhadap kebijakan perluasan jaringan telekomunikasi ke tanah air masih lemah. Ditambah lagi, tidak adanya sanksi yang tegas terhadap operator seluler yang belum memenuhi lisensi modern dalam hal cakupan, dan kualitas layanan. Hal itu, berdampak pada kecenderungan operator seluler cenderung memusatkan perhatiannya pada komersialisasi semata. Operator seluler pun lebih memilih membangun jaringan di wilayah-wilayah yang dianggap lebih menguntungkan.

Dalam keputusan pembelian, konsumen perlu menimbang dan memperhatikan apakah iklan yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan. Jika tidak, sebaiknya tidak mudah tergiur dengan tawaran operator seluler. Karena di balik tawaran harga murah, biasanya ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, perlu dipertanyaan bagaimana kapasitas, cakupan operator seluler, dan kualitas pelayanannya.

KOMENTAR :
Menurut saya dilihat dari pesatnya tingkat pertumbuhan telekomunikasi di Indonesia, seharusnya operator seluler tidak hanya memikirkan perang tarif tapi memperbaiki mutu jaringannya karna jika hanya megusung tarif murah tanpa memperbaiki mutu jaringan maka banyak konsumen yang tidak akan loyal.

Sumber :
http://bitebrands.blogspot.com/2011/11/iklan-perang-tarif-operator-seluler.html#.UZE13Uo4GEo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar