Jumat, 03 Juli 2015

Perbedaan PSAK 24 “ IMBALAN KERJA”, Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS Dan Accrual Bassis VS Going Concern

A. PSAK 24 Imbalan Kerja
Secara umum PSAK 24 adalah mengatur pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan. Latar belakang Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Imbalan kerja (employee benefits) adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja. Jika dilihat dari jenis imbalan kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK-24 adalah sebagai berikut:
1.    Imbalan Kerja Jangka Pendek, Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang (imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau memalui subsidi).
2.    Imbalan Pasca Kerja, Yaitu imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri.
3.    Imbalan Kerja Jangka Panjang, Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat dari emas dan lain-lain.
4.    Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK), Yaitu imbalan kerja yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan hanya jika perusahaan sudah memiliki rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk membatalkannya.
Salah satu ketentuan di UUK adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca kerja = setelah kerja). Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut secara akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam PSAK-24, yaitu:
1.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun
2.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat
3.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia
4.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri
Keempat imbalan kerja di atas harus dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan kerja tersebut termasuk dalam prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern(berkelanjutan).
Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar karena pensiun dan perusahaan memberikan manfaat pesangon pensiun kepada karyawan tersebut, maka pada periode berjalan perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang yang mengurangi laba perusahaan. Jika dari awal perusahaan sudah mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan pensiun yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi laba, akan tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas imbalan pasca kerja yang telah di catatkan perusahaan di laporan keuangan.
Pada bulan Desember 2013 yang lalu, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan PSAK 24 (Revisi 2013). Pernyataan ini menggantikan PSAK 24 (2010) : Imbalan Kerja.PSAK 24 Revisi 2013 ini mengadopsi IAS 19 Revisi 2011 dan akan diterapkan untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2015. Adapun perbedaan terbesar dengan PSAK 24 (2010) adalah :
1.    Pengukuran dan Asumsi : Tidak ada perubahan signifikan, tetapi asumsi diatur dengan lebih detil.
2.    Pengakuan : Tidak ada lagi komponen perubahan Nilai Kini Kewajiban yang boleh diamortisasi atau ditangguhkan pengakuannya.
3.    Penyajian : Restrukturisasi komponen Beban.
4.    Pengungkapan yang lebih kompleks.

Pada PSAK 24 Revisi 2010, masih terdapat dua komponen perubahan Nilai Kini Kewajiban yang (boleh) diamortisasi atau ditangguhkan pengakuannya dimana pada PSAK 24 Revisi 2013 sudah tidak diperbolehkan.

Pada PSAK 24 (2013), komponen beban dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu :
·         Biaya Jasa (Service Cost)
·         Bunga Neto atas Liabilitas (aset) imbalan pasti neto (Net Interest Income / Expense)
·         Ukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (Reasurement)
Komponen-komponen beban pada versi PSAK 24 (2010) (misalnya Biaya Jasa Kini, Keuntungan/Kerugian Aktuaria, etc) akan dimasukkan ke dalam 3 bagian besar tersebut dan terdapat komponen biaya yang dilebur (misal Biaya Jasa Lalu dan Dampak kurtailmen, atau Biaya bunga dengan Hasil yang diharapkan dari aset program). Biaya Jasa dan Bunga Neto diakui seluruhnya pada Laba Rugi.

Pada PSAK 24 (2013) pengungkapan yang disyaratkan lebih bersifat “principle-based”, dengan sasaran pengungkapan adalah :

-
Pembaca lebih memahami karakteristik dari program imbalan kerja berikut resiko terkait program tersebut maupun aktiva program yang dibentuk untuk mendukung imbalan kerja tersebut.

-
Pembaca lebih memahami jumlah yang disajikan pada laporan keuangan sehubungan dengan kewajiban dan beban atas program imbalan kerja.

-
Pembaca mendapat penjelasan mengenai dampak pengelolaan program pada arus kas perusahaan di kemudian hari.
Perusahaan harus mengungkapkan informasi :

-
Menjelaskan karateristik program imbalan pasti dan resiko yang terkait.

-
Mengidentifikasi dan menjelaskan jumlah yang timbul dari program dalam laporan keuangan.

-
Menjelaskan bagaimana program berdampak terhadap jumlah, waktu dan ketidakpastian arus kas di masa depan (Analisis sensitivitas; Deskripsi mengenai strategi untuk memadankan aset dan liabilitas; Indikasi dampak program imbalan terhadap arus kas masa depan entitas (profil jatuh tempo kewajiban imbalan pasti)).

C. Dampak Penerapan Revisi PSAK 24 (2013)

   
  Dampak penerapan dapat dilihat dalam komponen “Biaya yang masih harus diakui/Unrecognized” dalam angka kewajiban, yaitu terdiri dari Biaya Jasa Lalu yang belum diakui (Unrecognized Past Service Cost) dan Keuntungan/ kerugian actuarial yang belum diakui (Unrecognized Actuarial Gain Loss). Pada saat menerapkan PSAK 24 (2013), maka komponen ini harus dikeluarkan dari angka kewajiban, sehingga angka kewajiban akan menjadi net antara Nilai Kini Kewajiban dikurangi Nilai Wajar Aset Program (jika ada).

ACCRUAL BASIS VS GOING CONCERN

Dua asumsi yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah “basis akrual (accrual basis) dan kelangsungan hidup (going concern)”.

Basis Akrual (Accrual Basis)
Bilamana laporan keuangan disusun atas dasar akuntansi berbasis akural, maka dampak transaksi dan kejadian-kejadian lain yang diakui pada saat terjadi (bertentangan dengan saat uang tunai atau ekuivalennya diterima atau dibayarkan), dan dicatat didalam cataran akuntansi dan dilaporkan didalam laporan keuangan pada periode yang berkaitan.
Asumsi basis akrual juga ditunjukkan dalam IAS 1, Penyajian Laporan Keuangan, yang menjelaskan kapan akuntansi berbasis akrual digunakan, perkiraan diakui seperti aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban-beban (elemen dari laporan keuangan) ketika perkiraan tersebut sesuai dengan definisi dan memenuhi kriteria untuk elemen-elemen tersebut dalam Kerangka.



Kelangsungan Hidup (Going Concern)
Bilamana laporan keuangan disusun atas suatu dasar kelangsungan hidup (going concern), maka dianggap bahwa entitas akan melanjutkan operasinya untuk masa mendatang. Dengankata lain, diasumsikan bahwa entitas tidak bertujuan untuk dilikuidasikan atau secara materialmembatasi skala operasinya, di masa mendatang, yang mana menurut IAS1 yaitu paling tidak suatu periode dua belas bulan dari akhir suatu periode akuntansi. Bagaimanapun juga, bilamana ada keraguan yang signifikan dimasukkan pada kemampuan entitas untuk dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup dan dengan demikian suatu asumsi yang semacam ini tidak layak, maka laporan keuangan perlu disusun aras suatu dasar yang berbeda dan jika demikian, maka asumsi dasar yang digunakan harus diungkapkan.
Asumsi kelangsungan hidup juga dijelaskan didalam lAS 1 yang mengharuskan manajemen melakukan suatu penilaian mengenai kemampuan suatu entitas untuk diteruskan atau dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup, ketika menyusun laporan keuangan.

Sumber :





3 komentar:

  1. contoh /penerapan psak 24 dalam akuntansi keuangan gimana mba?
    dampak dalam jurnal , buku besar, laba rugi dan di neraca?

    BalasHapus
  2. Dampak pada laporan laba rugi dan neraca itu bagaimana? (Bukti real dalam laporannya)

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus