Sabtu, 03 Mei 2014

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN



Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
  1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
  2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
  1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
  2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
  3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
  • mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
  • memiliki bangunan, dan atau;
  • menguasai bangunan, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.

Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
  1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
  2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
  3. nilai perolehan baru;
  4. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
  2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
  1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
  2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
  3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
  4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
    • apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah 40%
    • apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
  1. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
  2. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tempat Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat Yang Menentukan Pajak Terutang
Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Sumber : http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb

KAS KECIL


A.   Pengertian Kas Kecil (Petty Cash)
Merupakan uang yang dicadangkan oleh perusahaan untuk membayar pengeluaran yang sifatnya  rutin tapi jumlah rupiahnya relative kecil
Petty Cash memiliki beberapa karakteristik yaitu :
1.    Jumlahnya dibatasi tidak lebih atau tidak kurang dari suatu jumlah tertentu yang telah ditentukan oleh manajemen perusahaan. Tentunya masing-masing perusahaan menetapkan jumlah yang berbeda sesuai dengan sekala operasional perusahaan
2.    Dipergunakan untuk mendanai transaksi kecil yang sifatnya rutin setiap hari
     B.   Metode Pencatatan Kas Kecil
Imprest Fund System (Sistem Dana Tetap)
Dengan metode ini, kas kecil yang dicadangkan oleh perusahaan bersifat tetap, kecuali perusahaan menghendaki perubahan jumlah kas kecil, misalnya perusahaan merasakan kas yang sudah dicadangkan ternyata kurang memenuhi atau terlalu banyak maka harus dilakukan penyesuaian atas penambahan atau pengurangan tersebut.
Fluctuation Fund System (Sistem dana Berubah)
System ini menghendaki bahwa jumlah kas kecil tidak ditetapkan tetapi sesuai dengan kebutuhan.
Perbedaan Sistem Imprest dengan Sistem Fluktuasi
Point
Imprest Method
Fluctuation Method
Pembelanjaan Kas Kecil
Tidak ada jurnal, Hanya membuat bukti pembayaran sebagai bukti pengeluaran kas.
Harus di Jurnal sesuia dengan expense nya
Pengisian Kembali
Sesui dengan rekening ledger, sehingga pengisianya harus sesuai dengan kebijakan perusahaan dan sesuai dengan jumlah kas kecil saat pertama kali dibentuk
Pengisian susuai dengan yang dibutuhkan

Sumber : http://belajarakuntansi.openthinklabs.com/home/z-lampiran/glosarium/akuntansi-kas-petty-cash

BREAK EVEN POINT



Break Even Point

1. Pengertian Break Even Point
Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel.
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
  1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
  2. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
  3. Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.
Dari ketiga langkah-langkah tersebut diatas tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah karena tiga faktor tersebut mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan. Pengaruh salah satu faktor akan membawa akibat terhadap seluruh kegiatan operasi. Oleh karena itu struktur laba dari sebuah perusahaan sering dilukiskan dalam break even point, sehingga mudah untuk memahami hubungan antara biaya, volume kegiatan dan laba.
Namun ada juga yang membuat pengertian break even point sebagai berikut :
1.    Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya).
  1. Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.
2. Kegunaan Break Even Point
Analisa break even point juga dapat digunakan oleh pihak menejemen perusahaan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai :
  1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
  2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
  3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.
  4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.


Sumber : http://shelmi.wordpress.com/2009/03/30/break-even-point/