Jumat, 03 Juli 2015

Perbedaan PSAK 24 “ IMBALAN KERJA”, Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS Dan Accrual Bassis VS Going Concern

A. PSAK 24 Imbalan Kerja
Secara umum PSAK 24 adalah mengatur pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan. Latar belakang Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai dengan imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Imbalan kerja (employee benefits) adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja. Jika dilihat dari jenis imbalan kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK-24 adalah sebagai berikut:
1.    Imbalan Kerja Jangka Pendek, Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji, iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak berbentuk uang (imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau memalui subsidi).
2.    Imbalan Pasca Kerja, Yaitu imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia, Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri.
3.    Imbalan Kerja Jangka Panjang, Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat dari emas dan lain-lain.
4.    Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK), Yaitu imbalan kerja yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24, jika dan hanya jika perusahaan sudah memiliki rencana secara jelas dan detail untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk membatalkannya.
Salah satu ketentuan di UUK adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja (pasca kerja = setelah kerja). Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut secara akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual basis. Ada 4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam PSAK-24, yaitu:
1.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun
2.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat
3.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Meninggal Dunia
4.    Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri
Keempat imbalan kerja di atas harus dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan kerja tersebut termasuk dalam prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern(berkelanjutan).
Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar karena pensiun dan perusahaan memberikan manfaat pesangon pensiun kepada karyawan tersebut, maka pada periode berjalan perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang yang mengurangi laba perusahaan. Jika dari awal perusahaan sudah mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan pensiun yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi laba, akan tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas imbalan pasca kerja yang telah di catatkan perusahaan di laporan keuangan.
Pada bulan Desember 2013 yang lalu, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan PSAK 24 (Revisi 2013). Pernyataan ini menggantikan PSAK 24 (2010) : Imbalan Kerja.PSAK 24 Revisi 2013 ini mengadopsi IAS 19 Revisi 2011 dan akan diterapkan untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2015. Adapun perbedaan terbesar dengan PSAK 24 (2010) adalah :
1.    Pengukuran dan Asumsi : Tidak ada perubahan signifikan, tetapi asumsi diatur dengan lebih detil.
2.    Pengakuan : Tidak ada lagi komponen perubahan Nilai Kini Kewajiban yang boleh diamortisasi atau ditangguhkan pengakuannya.
3.    Penyajian : Restrukturisasi komponen Beban.
4.    Pengungkapan yang lebih kompleks.

Pada PSAK 24 Revisi 2010, masih terdapat dua komponen perubahan Nilai Kini Kewajiban yang (boleh) diamortisasi atau ditangguhkan pengakuannya dimana pada PSAK 24 Revisi 2013 sudah tidak diperbolehkan.

Pada PSAK 24 (2013), komponen beban dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu :
·         Biaya Jasa (Service Cost)
·         Bunga Neto atas Liabilitas (aset) imbalan pasti neto (Net Interest Income / Expense)
·         Ukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (Reasurement)
Komponen-komponen beban pada versi PSAK 24 (2010) (misalnya Biaya Jasa Kini, Keuntungan/Kerugian Aktuaria, etc) akan dimasukkan ke dalam 3 bagian besar tersebut dan terdapat komponen biaya yang dilebur (misal Biaya Jasa Lalu dan Dampak kurtailmen, atau Biaya bunga dengan Hasil yang diharapkan dari aset program). Biaya Jasa dan Bunga Neto diakui seluruhnya pada Laba Rugi.

Pada PSAK 24 (2013) pengungkapan yang disyaratkan lebih bersifat “principle-based”, dengan sasaran pengungkapan adalah :

-
Pembaca lebih memahami karakteristik dari program imbalan kerja berikut resiko terkait program tersebut maupun aktiva program yang dibentuk untuk mendukung imbalan kerja tersebut.

-
Pembaca lebih memahami jumlah yang disajikan pada laporan keuangan sehubungan dengan kewajiban dan beban atas program imbalan kerja.

-
Pembaca mendapat penjelasan mengenai dampak pengelolaan program pada arus kas perusahaan di kemudian hari.
Perusahaan harus mengungkapkan informasi :

-
Menjelaskan karateristik program imbalan pasti dan resiko yang terkait.

-
Mengidentifikasi dan menjelaskan jumlah yang timbul dari program dalam laporan keuangan.

-
Menjelaskan bagaimana program berdampak terhadap jumlah, waktu dan ketidakpastian arus kas di masa depan (Analisis sensitivitas; Deskripsi mengenai strategi untuk memadankan aset dan liabilitas; Indikasi dampak program imbalan terhadap arus kas masa depan entitas (profil jatuh tempo kewajiban imbalan pasti)).

C. Dampak Penerapan Revisi PSAK 24 (2013)

   
  Dampak penerapan dapat dilihat dalam komponen “Biaya yang masih harus diakui/Unrecognized” dalam angka kewajiban, yaitu terdiri dari Biaya Jasa Lalu yang belum diakui (Unrecognized Past Service Cost) dan Keuntungan/ kerugian actuarial yang belum diakui (Unrecognized Actuarial Gain Loss). Pada saat menerapkan PSAK 24 (2013), maka komponen ini harus dikeluarkan dari angka kewajiban, sehingga angka kewajiban akan menjadi net antara Nilai Kini Kewajiban dikurangi Nilai Wajar Aset Program (jika ada).

ACCRUAL BASIS VS GOING CONCERN

Dua asumsi yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah “basis akrual (accrual basis) dan kelangsungan hidup (going concern)”.

Basis Akrual (Accrual Basis)
Bilamana laporan keuangan disusun atas dasar akuntansi berbasis akural, maka dampak transaksi dan kejadian-kejadian lain yang diakui pada saat terjadi (bertentangan dengan saat uang tunai atau ekuivalennya diterima atau dibayarkan), dan dicatat didalam cataran akuntansi dan dilaporkan didalam laporan keuangan pada periode yang berkaitan.
Asumsi basis akrual juga ditunjukkan dalam IAS 1, Penyajian Laporan Keuangan, yang menjelaskan kapan akuntansi berbasis akrual digunakan, perkiraan diakui seperti aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban-beban (elemen dari laporan keuangan) ketika perkiraan tersebut sesuai dengan definisi dan memenuhi kriteria untuk elemen-elemen tersebut dalam Kerangka.



Kelangsungan Hidup (Going Concern)
Bilamana laporan keuangan disusun atas suatu dasar kelangsungan hidup (going concern), maka dianggap bahwa entitas akan melanjutkan operasinya untuk masa mendatang. Dengankata lain, diasumsikan bahwa entitas tidak bertujuan untuk dilikuidasikan atau secara materialmembatasi skala operasinya, di masa mendatang, yang mana menurut IAS1 yaitu paling tidak suatu periode dua belas bulan dari akhir suatu periode akuntansi. Bagaimanapun juga, bilamana ada keraguan yang signifikan dimasukkan pada kemampuan entitas untuk dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup dan dengan demikian suatu asumsi yang semacam ini tidak layak, maka laporan keuangan perlu disusun aras suatu dasar yang berbeda dan jika demikian, maka asumsi dasar yang digunakan harus diungkapkan.
Asumsi kelangsungan hidup juga dijelaskan didalam lAS 1 yang mengharuskan manajemen melakukan suatu penilaian mengenai kemampuan suatu entitas untuk diteruskan atau dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup, ketika menyusun laporan keuangan.

Sumber :





Akuntansi Internasional dipandang dari Sudut Pandang Sejarah dan Sudut Pandang Kontemporer

Akuntansi Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya. Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan bisnis.
Akuntansi internasional memperluas akuntansi yang bertujuan umum (general purpose yang berorientasi nasional, dalam arti luas untuk :

1.      Analisa komparatif internasional.
2.      Pengukuran dari isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi bisnis mulitnasional.
3.      Kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional.
4.      Harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas politik,organisasi, profesi dan pembuatan standar.

Berikut ini karakteristik era ekonomi global:
1.      Bisnis internasional.
2.  Hilangnya batasan-batasan antar Negara era ekonomi global sering sulit untuk mengindentifikasi Negara asal suatu produk atau perusahaan, hal ini terjadi pada perusahaan multinasional.
3.      Ketergantungan pada perdagangan internasional.

Weirich et.al (Belkaoui, 1985) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai berikut : Mencakup semua perbedaan prinsip, metode dam standar akuntasi semua Negara. Termasuk didalamnya prinsip akuntasi ( GAAP) yang yang ditetapkan di tiap Negara, sehingga akuntan harus menguasai semua prinsip di semua Negara jika mempelajari akuntansi internasional. Tidak ada maksud untuk memiliki prinsip yang berlaku umum sedunia. Perbedaan ini diakui karena adanya perbedaan geografi , sosial, ekonomi, politik, dan hukum.
Menurut Choi dan Muller (1998; 1) bahwa ada tiga kekuatan utama yang mendorong bidang akuntansi internasional kedalam dimensi internasional yang terus tumbuh, yaitu (1) faktor lingkungan, (2) Internasionalisasi dari disiplin akuntansi dan (3) Internasionalisasi dari profesi akuntansi. Ketiga faktor tersebut dalam perjalanan atau perkembangan akuntansi sangat berperan dan menentukan arah dari teori akuntansi yang selama bertahun-tahun dan dekade banyak para ahli mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk mengembangkan teori akuntansi dan ternyata mengalami kegagalan dan hal tersebut menyebabkan terjadinya evolusi dari ”theorizing” ke “conceptualizing”.


Sudut Pandang Sejarah
Awalnya, akuntansi dimulai dengan sistem pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) di Italia pada abad ke 14 dan 15. Sistem pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping), dianggap awal penciptaan akuntansi. Akuntansi modern dimulai sejak double entry accounting ditemukan dan digunakan didalam kegiatan bisnis yaitu sistem pencatatan berganda (double entry bookkeeping) yang diperkenalkan oleh Luca Pacioli (1447).
Luca Pacioli lahir di Italia tahun 1447, dia bukan akuntan tetapi pendeta yang ahli matematika, dan pengajar pada beberapa universitas terkemuka di Italia. Lucalah orang yang pertama sekali mempublikasikan prinsip-prinsip dasar double accounting system dalam bukunya berjudul : Summa the Arithmetica Geometria Proportioni et Proportionalita di tahun 1494. Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa prinsip dasar double accounting system bukanlah ide murni Luca namun dia hanya merangkum praktek akuntansi yang berlangsung pada saat itu dan mempublikasikannya. Hal ini diakui sendiri oleh Luca (Radebaugh, 1998) “Pacioli did not claim that his ideas were original, just that he was the one who was trying to organize and publish them. He objective was to publish a popular book that could be used by all, following the influence of the venetian businessmen rather than bankers”.
Praktek bisnis dengan metode venetian yang menjadi acuan Luca menulis buku tersebut telah menjadi metode yang diadopsi tidak hanya di Italia namun hampir disemua negara Eropa seperti Jerman, Belanda, Inggris. Luca memperkenalkan 3 (tiga) catatan penting yang harus dilakukan:
1.        Buku Memorandum, adalah buku catatan mengenai seluruh informasi transaksi bisnis.
2.        Jurnal, di mana transaksi yang informasinya telah disimpan dalam buku memorandum kemudian dicatat dalam jurnal.
3.        Buku Besar, adalah suatu buku yang merangkum jurnal diatas. Buku besar merupakan centre of the accounting system (Raddebaugh, 1996).
Perkembangan sistem akuntansi ini didorong oleh pertumbuhan perdagangan internasional di Italia Utara selama masa akhir abad pertengahan dan keinginan pemerintah untuk menemukan cara dalam mengenakan pajak terhadap transaksi komersial. “Pembukuan ala Italia“ kemudian beralih ke Jerman untuk membantu para pedagang zaman Fugger dan kelompok Hanseatik. Pada saat bersamaan filsuf bisnis Belanda mempertajam cara menghitung pendapatan periodic dan pemerintah Perancis menerapkan keseluruhan sistem dalam perencanaan dan akuntabilitas pemerintah.
Tahun 1850-an double entry bookkeeping mencapai Kepulauan Inggris yang menyebabkan tumbuhnya masyarakat akuntansi dan profesi akuntansi publik yang terorganisasi di Skotlandia dan Inggris tahun 1870-an. Praktik akuntansi Inggris menyebar ke seluruh Amerika Utara dan seluruh wilayah persemakmuran Inggris. Selain itu model akuntansi Belanda diekspor antara lain ke Indonesia. Sistem akuntansi Perancis di Polinesia dan wilayah-wilayah Afrika dibawah pemerintahan Perancis. Kerangka pelaporan sistem Jerman berpengaruh di Jepang, Swedia, dan Kekaisaran Rusia.
Paruh Pertama abad 20, seiring tumbuhnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat, kerumitan masalah akuntansi muncul bersamaan. Kemudian Akuntansi diakui sebagai suatu disiplin ilmu akademik tersendiri. Setelah Perang Dunia II, pengaruh Akuntansi semakin terasa di Dunia Barat. Bagi banyak negara, akuntansi merupakan masalah nasional dengan standar dan praktik nasional yang melekat erat dengan hukum nasional dan aturan profesional.
Sudut Pandang Kontemporer 
Usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan akuntansi internasional merupakan sesuatu yang penting, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menambah pentingnya mempelajari akuntansi internasional. Faktor-faktor ini tumbuh dari pengurangan signifikan dan terus-menurus hambatan perdagangan pengendalian modal secara nasional yang terjadi sesering kemajuan teknologi informasi.

Pengendalian nasional terhadap arus valuta asing, investasi asing langsung dan transaksi terkait, telah diliberalisasikan secara dramatis beberapa tahun terakhir, sehingga hambatan bisnis internasional dapat ditekan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan beberapa pengecualian, terdapat tren yang kuat di seluruh dunia selama periode ini untuk melakukan privatisasi atas perusahaan keuangan-milik pemerintah (terutama bank) dan untuk mengurangi atau menghilangkan pengendalian valuta asing dan pembatasan dalam investasi lintas-batas.

Kemajuan teknologi informasi menyebabkan perubahan radikal dalam kegiatan ekonomi baik dalam kegiatan produksi maupun distribusi. Produksi yang terintegrasi secara vertikal tidak lagi menjadi bukti model operasi yang efisien. Hubungan informasi, secara global dan seketika memberi makna bahwa produksi semakin dialih kontrakkan (oittsoitrced) kepada siapa saja dengan ukuran apa pun di mana saja di dunia yang memiliki kemampuan terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan atau suatu bagian dari pekerjaan tersebut.

 Hubungan wajar timbal-balik yang menjadi karakter hubungan perusahaan dengan pemasok, perantara dan pelanggan mereka digantikan dengan hubungan kerja sama global dengan pemasok, pemasok dari pemasok, perantara, pelanggan dan pelanggan dari pelanggan. 

Pertumbuhan dan Penyebaran Operasi Multinasional
1.       Perdagangan saat ini tidak lagi hanya bersifat bilateral atau regional, tetapi benar-benar sudah bersifat global.
2.       Permasalahan akuntansi semakin nyata dalam kegiatan ekspor import, yaitu akuntansi untuk transaksi valuta
3.       Saat ini menjadi hal yang lazim perusahaan mendirikan sistem manufaktur dan distribusi di luar negeri (afiliasi) atau usaha patungan (aliansi strategis).
4.       MNC (multinaional corporation) mencari lokasi investasi di negara-negara yang sedang berkembang.
5.       Sebuah perusahaan MNC dituntut membuat laporan ke seluruh investor (pemilik) domestik maupun internasional.
6.       Manajer dan akuntan perusahaan MNC harus mempertimbangkan banyak aspek dalam laporan keuangan konsolidasi, seperti: GAAP, lingkungan sosial ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, sistem perpajakan, dan sebagainya.
Korporasi multinasional (MNC) dapat dipahami sebagai sebuah tahap logis dalam evolusi perusahaan kapitalis, sebuah tahapan selama tendensi natural dari firma kapitalis menjadi sepenuhnya “full flower”. Lebih jelasnya dapat dipahami melalui catatan Marx terkait awal berkembangnya tingkah laku kapitalis.
Fokus pusat Marx adalah studi institusi ekonomi sebagai bagian dari proses sejarah, ia membedakan operasi bersama perusahaan kapitalis yang berbeda corak dalam menentukan perkembangan politik atau yang biasa ia sebut law of motion. Beberapa prinsipnya masih bisa ditemukan dalam firma-firma MNC hingga saat ini:
  1. Kondisi perusahaan kapitalis memaksa firma individu pada kebutuhan untuk meluas secara terus-menerus. Perintah untuk terus ekspansi ini disimpulkan oleh Marx dengan: “Accumulate!Accumulate! That is Moses and the prophets!Therefore reconvert  the greatest possible portion of surplus product into capital!”
  2. Proses akumulasi generasi kapitalis, dan selanjutnya dikembangkan dengan meningkatnya konsentrasi kapital dalam tangan yang semakin lama semakin sedikit. Proses konsentrasi ini mengambil dua bentukan: merebaknya produksi skala besar dan kombinasi firma melalui merger dan akuisisi. Instrumen untuk melakukan kecenderungan perkembangan kapitalis ini adalah corporation, lebih sering disebut Mark sebagai joint-stock company.
  3. Ekspansi perdagangan internasional, dilanjutkan feudalisme ke perusahaan kapitalis dan kemudian berlanjut ke pasar dunia yang lebih luas dan dalam.
Ketiga atribut kardinal perusahaan bisnis – ekspansi investasi, konsentrasi korporasi, dan pertumbuhan pasar dunia – dengan uniknya terpenuhi dalam MNC, namun konsentrasi kapital tidak lagi memenuhi prinsip-prinsip tersebut ketika pada tahap kapitalisme monopoli yang mana kompetisi antarsedikit korporasi raksasa adalah tipe pola industri maju.
Investasi luar negeri memainkan peran relatif subordinat dalam perekonomian internasional kapitalisme kompetitif dan perannya adalah memberi bantuan dan mendukung masalah utama saat itu. Kepentingan baru investasi luar negeri dalam fase baru di akhir abad ke-19:
  1. Munculnya industri baru berdasar pada teknologi mayor,
  2. Kesadaran ilmu pengetahuan dalam proses industri,
  3. Permintaan yang lebih akan material mentah seringkali menuntut penemuan dan perkembangan sumber baru dari tanah seberang,
  4. Terintegrasinya pasar dunia
  5. Asumsi akan pentingnya peran stimulasi, influensi, dan pemecahan konflik antar perusahaan raksasa
Perkembangan penting lainnya adalah perubahan dramatis dalam national sources menuju foreign operations. Inggris yang mengawali capital exports, berawal dari peran pertamanya dalam revolusi industri, kekaisaran besarnya dan angkatan laut dominan, serta perannya sebagai markas atau tempat pasar uang internasional, secara natural mengakibatkan Inggris sebagai pemilik foreign productive assets terbesar bersama Perancis dan Jerman. Ketiganya terhitung memiliki hampir 90% foreign investment di awal pecahnya Perang Dunia I, Inggris memiliki 50%, sementara sisanya, Perancis dan Jerman, memiliki 40%.
Bisnis internasional secara tradisional terkait dengan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor). Kegiatan ini yang berakar dari masa lampau akan terus berlanjut. Untuk memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai pola perdagangan global pada tingkat mikro, seseorang hanya perlu mengamati pengungkapan operasi luar negeri setiap MNC besar. Penggabungan pengungkapan dari seluruh MNC di seluruh dunia akan mengkonfirmasikan bahwa perdagangan saat ini tidak lagi bersifat bilateral atau regional tetapi sungguh-sungguh bersifat global. Isu akuntansi yang berhubungan dengan kegiatan ekspor dan impor adalah akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing. 

Bisnis internasional saat ini semakin berhubungan dengan investasi asing langsung yang meliputi pendirian sistem manufaktur atau distribusi dari luar negeri dengan membentuk afiliasi yang dimiliki seutuhnya, usaha patungan atau aliansi strategis. Jika terlihat jelas adanya bias dari negara-negara maju terhadap investasi asing langsung, meledaknya arus investasi asing langsung ke negara-negara berkembang sejak awal tahun, 1990-an menunjukkan bahwa MNC semakin menyadari bahwa negara-negara tuan rumah ini (host countries) menjadi lokasi investasi yang menarik.

Operasi yang dilakukan di luar negeri membuat manajer keuangan dan seorang akuntan menghadapi resiko barupa semua jenis masalah yang tidak mereka hadapi ketika operasi perusahaan dilaksanakan di dalam wilayah satu Negara. Seperti satu contoh, bagaimana seharusnya sebuah MNC seperti Sandvik melaporkan hasil operasinya, baik domestik dan internasional, terhadap seluruh investor Swedia. Namun demikian, pemegang saham Sandvik dari Swedia terbiasa untuk melihat laporan menurut GAAP Swedia. Pemeriksaan terhadap kebijakan akuntansi atas konsolidasi menunjukkan bahwa perusahaan pertama-tama menyajikan ulang seluruh akun-akun luar negerinya menjadi sesuai dengan GAAP Swedia sebelum dilakukan konsolidasi.

Akun konsolidasi disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam standar yang dibuat oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Swedia. Sebagai contoh, perusahaan Meksiko menyesuaikan laporan keuangan mereka atas perubahan harga, yang ditimbulkan oleh periode inflasi yang serius di masa lalu. Metodologi konsolidasi yang dianut Sandvik memerlukan adanya penyesuaian atas laporan akuntansi inflasi ini untuk dikembalikan kepada biaya historis sebelum dilakukan konsolidasi. 

Prinsip pelaporan keuangan nasional dapat berbeda secara signifikan dari suatu Negara lain karena prinsi-prinsip akuntansi tersebut dibentuk oleh social ekonomi yang berbeda. Selain itu terdapat juga perbedaan kurs nilai mata uang yang digunakan dalam pelaporan. Manajer keuangan dan akuntan juga harus memahami pengaruh kompleksitas lingkungan pengukuran akuntansi suatu perusahaan multinasional (multinational enterprise-MNE).

Sebagai contoh, memahami pengaruh perubahan nilai tukar dan tingkat inflasi merupakan hal penting dalam bidang-bidang seperti menyusun anggaran jangka pendek dan jangka panjang induk perusahaan dan anak-anak perusahaan (atau cabang-cabang), mengukur dan mengevaluasi kinerja unit usaha lokal dan para manajernya, dan membuat keputusan yang berpengaruh pada perusahaan secara keseluruhan dalam melakukan alokasi modal investasi dan laba ditahan, dan sebagainya. Yang membuat lebih rumit lagi adalah kurs nilai tukar dan tingkat inflasi tidak bergerak secara bersamaan.

Begitu luasnya pengaruh perubahan kurs nilai tukar valuta asing dan inflasi luar negeri terhadap pengukuran akuntansi menyebabkan sistem pengendalian keuangan domestik tidak mampu memenuhi kebutuhan para manajer dengan baik tanpa dilakukannya penyesuaian lingkungan yang memadai. Akuntansi manajemen dari sudut pandang internasional kemungkinan besar mencakup bahan yang rinci dan paling rumit.

Masalah penting dalam perpajakan internasional dan penentuan harga transfer. Usaha-usaha yang beroperasi di lebih dari satu negara perlu mengamati dan mengelola risiko pajak yang dihadapi dengan seksama. Pengetahuan mengenai hukum pajak dan nilai mata uang hanyalah sebuah permulaan. Sangatlah mungkin bahwa langkah-langkah yang diambil untuk menurunkan besarnya pajak di suatu tempat akan meningkatkan besarnya pajak di tempat lain, dan peningkatannya mungkin lebih besar dari pengurangan pada awalnya. Pengaruh strategi perpajakan terhadap penganggaran dan prosedur kendali perusahaan harus dipertimbangkan dengan seksama.

Sebagai contoh, strategi yang baik untuk mengurangi pajak mungkin menimbulkan pengaruh terhadap sistem evaluasi kinerja yang sebenamya tidak diharapkan. Harga transfer (transfer price) harga yang dibebankan terhadap unit-unit usaha atas transaksi internal yang melewati batas-batas nasional sering kali ditetapkan dengan mengingat faktor minimalisasi pajak. Ide dasamya adalah untuk mengumpulkan beban (sebanyak mungkin) pada negara-negara dengan tingkat tarif pajak yang tinggi dan mengumpulkan pendapatan di negara-negara yang rendah tingkat tarif pajaknya, sehingga memaksimalkan laba secara keseluruhan.

Pemerintah sangat menyadari strategi ini dan telah menerapkan aturan yang rumit untuk mencegah penggunaan strategi ini secara berlebihan. Apabila istilah harga "transaksi wajar" menyebar luas, definisi dan metode yang digunakan untuk menghitungnya sangat bervariasi. Di atas semuanya itu, perubahan tak terduga dalam kurs nilai tukar atau tingkat inflasi dapat menimbulkan malapetaka dalam strategi perencanaan pajak. Umumnya, diperlukan penggunaan model komputer yang rumit untuk menghitung perkiraan pengaruh strategi pajak suatu perusahaan secara menyeluruh.


Sumber Referensi :


Frederick D.S. Choi, dan Gary K. Meek, International Accounting, Jakarta: Salemba Empat,2005.